JAKARTA
- Saya punya pengalaman kecil dengan almarhum Bang Adnan Buyung
Nasution, yang sampai saat ini masih terkenang. Saya pernah bersama-sama
Bang Buyung di Hamamet, kota tepi pantai tujuan turis terkenal di
Tunisia, sekitar tahun 1990.
Waktu
itu saya dikirim oleh YLBHI untuk mengikuti kursus selama 3 bulan untuk
para kandidat pemimpin NGO dari seluruh dunia. Bang Buyung waktu itu
salah satu pengajar, dengan topik "Gerakan Bantuan Hukum di Indonesia."
Bang
Buyung ditunjuk membawakan topik ini, karena memang konsep gerakan
bantuan hukum struktural yang dirintis Bang Buyung di Indonesia,
dijadikan model oleh banyak pergerakan di banyak negara.
Selain
Bang Buyung, yang mengajar di sana banyak tokoh pergerakan dunia dari
berbagai negara. Prof Daniel Lev, Indonesianis yang menekuni
perkembangan hukum, menuliskan gerakan bantuan hukum yang dirintis Bang
Buyung dalam sebuah buku yang indah untuk dibaca.
Saat
itu Bang Buyung juga sedang menyelesaikan kuliah doktornya di Utrech
Belanda, setelah kantor advokatnya di Jakarta harus tutup karena
aktivitas Bang Buyung melawan penguasa. Jadi hampir setiap hari seusai
kursus atau pada malam hari, kami duduk berdua di depan komputer dan
menulis disertasi beliau lembar per lembar dan dikirim ke sekretaris
Bang Buyung di Belanda.
Bang
Buyung bicara secara lisan lalu saya mengetiknya. Acapkali terjadi
diskusi yang alot mengenai konsep-konsep yang akan ditulis. Kalau bahan
disertasi sudah diemail ke Belanda, Bang Buyung biasanya mengajak jalan
santai menikmati suanana petang yang indah di Hamamet dan mentraktir
saya makan yang enak.
Saya
juga diberi hadiah jas bermerek oleh Bang Buyung, dan jas itulah jas
pertama yang saya punya. Saya dikasi jas, begini ceritanya. Bang Buyung
tanya saya, "kamu bawa Jas? Ini mau masuk musim dingin," katanya.
Saya
bilang, saya tidak punya jas, saya cuma bawa jaket sepotong. Lalu dia
membuka jas yang dipakainya, langsung lalu dikasih ke saya. Jas itu pula
yang saya pakai waktu saya menikah pada 1995, dan sampai sekarang saya
koleksi sebagai kenangan dari tokoh pergerakan kemanusiaan yang saya
hormati.
Aku
tahu, Bang Buyung memang punya hati yang bersih dan selalu ringan
tangan membantu orang yang membutuhkan. Sebelum meninggalkan saya di
Tunis, kembali Belanda untuk menyelesaikan disertasi, Bang Buyung juga
memberi saya uang saku 300 USD, dan menyuruh saya membeli pakaian yang
pantas. Bang Buyung selalu berpakaian necis, maka dia pesankan saya beli
pakaian pantas.
Semoga
ajaran, jasa-jasa dan kebaikan Bang Buyung untuk kemajuan gerakan HAM
dan demokrasi di Indonesia, tetap dikenang oleh kita semua dan mendapat
tempat di sisi Allah SWT. Amien (Teten Masduki)
0 comments:
Posting Komentar