Detak, Pamekasan.
Hari ini Minggu 15 Maret 2015. Pagi menjelang siang dikala orang-orang terllihat sibuk mencari kebutuhannya baik makanan, minuman, pakaian atau hanya sekedar melihat situasi kota Pamekasan setelah sepekan dengan rutinitas masing-masing.
Pengunjung yang mencari kuliner atau makanan kesukaanya lebih banyak menikmati suasana pagi yang panas ini. Terlihat setelah mereka mengenyam makanan favorit atau minuman kesukaannya dibuanglah bungkus makanan dan minuman itu dengan seenaknya.
Sampah buangan bagi mereka kaum atas rupanya menjadi rezeki tersendiri bagi Fatimah (75 tahun) warga asal desa Murtajih kecamatan pademawu Pamekasan.
Tangannya sangat sigap mengambil sampah berupa botol minum cepat saji seakan sangat terlatih dan tahu kapan botol-botol plastik itu akan dibuang oleh sang penikmat.
Nenek renta itu mengambil, sedikit membersihkan dan setelah itu dimasukkan kedalam sak besar yang sudah disipakan dirumahnya yang sekitar 6 KM dari pusat kota pamekasan.
Hari minggu yang terkenal dengan "car Free day" bagi kaum berduit
Menjadi berkah untuk mencari dan mengais rezeki dari sampah-sampah penikmat kota bagi Fatimah.
Dari memulung sampah itu dia bisa mendapatkan Rp 150 ribu rupiah setiap bulan. Ya seratus limapuluh Ribu rupiah setiap bulan.!
Dari receh Rp 150 ribu itu dia tidak menampakkan tidak cukup atau lebih. "Yah kadang cukup kadang tidak mas" ucapnya lirih sambil memasukkan botol minuman mineral.
Cukup atau tidak bagi fatimah bukan soal yang penting paling tidak dia bisa bertahan hidup apalagi dia hanya hidup sebatang kara. Tanpa anak, tanpa suami tanpa keluarga yang lain.
"Saya hidup sendirian. Dulu saya pernah nikah cuma suami saya sudah lama meninggal dan tak punya anak" cerita Fatimah.
Nasib nenek Fatimah memang merana sejak kecil. Menurutnya dia sudah ditinggal oleh orang tuanya sejak kuranh umur 40 hari. "Kata bibik saya, saya ditinggal oleh orang tua sejak kecil" ucapnya sedih.
Fatimah berkisah, bibiknya tidak memberi tahu dia ditinggal karena orang tuanya meninggal atau ditinggal pergi. "Nah itu bibik saya tidak pernah menjelaskan" sedihnya.
Sungguh miris kisah Fatimah yang satu kecamatan dengan Bupati pamekasan, Drs Achmad Syafi'ie. Bak langi dan bumi rumah Bupati pamekasan terlihat menjulang tinggi di daerah kelurahan Lawangan Daya sementara fatimah hidup didalam bilik yang sama sekali tidak terbuat dari semen atau batu.
"Rumah saya dari bambu dan triplek yang dikasih sisa-sisa dari tetangga" pilu Fatimah.
Yang paling membuat hatinya sedih ketika dia sakit. Tidak ada seorangpun yang bisa membantu dia dalam berobat. "Kalau sakit yah obatnya cuma Bodrex. Pokoknya hidupku sudah pasrah. Yang penting saya tidak harus mati dengan bunuh diri. Semua kan kuasa Allah " pungkas Fatimah. (Yan)
0 comments:
Posting Komentar